Terlanjur Kecewa Dengan Suami

terlanjur kecewa dengan suami

Tgians – Terlanjur Kecewa Dengan Suami; Pada bulan Desember tahun 2022, saya menikah dengan suami saya. Jarak usia antara suami dengan saya sekitar delapan tahun.

Saya mengenal suami saya kurang lebih sekitar 1,5 tahun lamanya, dan kami adalah teman sekantor. Sebelum saya menikah, saya pernah berfikir bahwa saya tidak akan begitu mementingkan yang namanya perasaan cinta.

Jika saya pada saat itu merasa siap, dan yakin dengan orang yang akan menikahi saya yang notabene orang yang baik, agamanya oke, memiliki tanggung jawab, dewasa, serta kedua belah pihak keluarga merestui.

Ya saya pasti akan menikahi orang tersebut, meskipun belum ada perasaan cinta sebelumnya. Dan ya, setelah satu tahun perkenalan kami berdua, kemudian kami menikah.

Komunikasi yang Kurang Baik

Satu hal yang saya sesali hingga saat ini adalah, kurangnya komunikasi saat kami belum terikat pernikahan. Meskipun kami terhitung intens dalam chattingan, namun tidak ada obrolan yang berbobot di dalamnya.

Saya memaklumi hal tersebut, mengingat kami berdua sibuk dengan kerjaan dan kegiatan kami masing-masing.

Jadi sebenarnya kami berdua belum terlalu mengenal satu sama lain. Bahkan pada waktu itu sempat kami tidak berkomunikasi berminggu-minggu lamanya, padahal pernikahan kami tinggal menghitung hari saja.

Hampir pada setiap malam saya menangis karena adanya tekanan di dalam pikiran saya pada waktu itu.

Terlanjur Kecewa Dengan Suami; Setelah Menikah..

Saat kami menikah, entah mengapa saya merasa pada saat itu suami tidak benar-benar berbahagia dengan pernikahan kami.

Itu terlihat dari raut mukanya, namun saya berpikiran positif. Mungkin karena keadaan suami yang pada waktu itu kurang fit.

Saya sempat menduga apakah ia menyesal telah menikah dengan saya atau masih terpikirkan sang mantan yang pergi meninggalkannya.

Namun pada saat saya menanyakan hal tersebut, dia tidak mengakuinya dan beranggapan bahwa itu hanyalah perasaan saya saja.

Kehidupan setelah pernikahan yang saya pikirkan adalah pada awal pernikahan sebagai pengantin baru akan banyak kebahagiaan yang saya akan dapatkan.

Pada umumnya, setelah pernikahan pasti ada ‘honeymoon’. Jujur saja, sebagai wanita saya pasti sangat menginginkannya, ingin sekali bermesra-mesraan dengan sang suami, bermanja-manja dengan suami.

Namun hal tersebut tidaklah terjadi. Banyak sekali kerabat yang menanyakan ‘honeymoon kemana? Mesra-mesraan dong.. Pengantin baru kok tidak manja-manjaan dengan sang suami?’ dan tentunya masih banyak lagi.

Semuanya itu hanya ada di angan-angan saya saja. Sehari setelah menikah, saya langsung menyibukkan diri dengan mengurus ibu mertua saya yang sakit.

Selain itu suami juga sibuk pergi keluar kota hingga berhari-hari lamanya. Banyak yang mengasihani nasib saya karena masih pengantin baru sudah ditinggal-tinggal.

Awalnya saya sih tidak mempermasalahkan hal tersebut, namun karena sudah banyak sekali yang mengatakannya, sebagai seorang wanita saya kadang kala merasa sedih.

Karena terlalu lelah, terkadang saya menangis. Namun saat suami saya mengetahui bahwa saya menangis, dia justru marah kepada saya dan menganggap bahwa saya tidak memahami kondisinya.

Sesibuk-sibuknya sang suami sebenarnya tidaklah masalah, asalkan dia itu dapat bersikap pada umumnya. Dapat memperlakukan saya sebagai ‘seorang istri‘.

Terlanjur Kecewa Dengan Suami; Mulai Curiga Terhadap Suami

Seminggu setelah rutin merawat sang ibu mertua, beliau meninggal. Sebagai anak yang paling bungsu, suami saya sungguh terluka.

Suami saya ini sangat dekat sekali dengan ibunya. Fokus kami pun terus berlanjut untuk mengurus pengajian almh. Ibu mertua selama tujuh hari lamanya.

Saya terkadang merasa sedih karena sikap sang suami terkesan sangat dingin terhadap saya. Yang mengganjal hati saya pada waktu itu adalah suami sama sekali belum pernah menyentuh saya.

Saya memakluminya karena suami pada waktu itu masih berduka. Namun saya tidak memungkiri bahwa setiap malam akan ada harapan sang suami bisa menyentuh saya.

Bahkan setelah tujuh hari sepeninggal almh. Ibu mertua, saya pikir suami akan menyentuh saya, namun itu tidak terjadi.

Sampailah ke 40 hari, saya masih terus berharap. Bahkan hingga usia pernikahan saya yang hampir enam bulan lamanya, sang suami masih belum pernah menyentuh saya.

Kecurigaan awalnya saya bermula saat saya tanpa sengaja mengecek akun Twitter sang suami saya. Di sana saya menemukan dia nge-like konten BL (Boys Love, alias gay).

Saya marah pada saat itu, saya tanyakan hal itu langsung ke sang suami, dia tidak mengakui hal itu. Dengan polosnya saya percaya bahwa suami saya tidak tahu.

Bahkan dengan bodohnya lagi saya memberitahukan bagaimana cara mengecek riwayat postingan-postingan yang disukai dan juga cara menghapusnya.

Seminggu kemudian saya kembali dipertemukan bukti bahwa suami menyukai konten BL. Saya kembali tanyakan hal tersebut, jawabannya tetap sama.

Cuma kali ini saya menyinggung soal sikap dia ke saya yang terlihat dingin dan cuek serta alasan sang suami masih belum pernah menyentuh saya.

Jawabannya pada waktu itu karena ia masih terbayang-bayang dengan sang ibu, masih belum betah tinggal di rumah mertua dan masih berusaha adaptasi.

Alasan-alasan itu yang membuat saya terpaksa untuk menghilangkan kecurigaan-kecurigaan saya, dan malah membuat saya semakin merasa bersalah.

Terlanjur Kecewa Dengan Suami; Kembali di buat Marah

Pada saat buan ke-tiga, kesabaran saya kembali diuji. Saat ada salah seorang teman kami, (sebut saja Mba Lia, teman sekantor suami) Mba Lia menanyakan ke saya ‘Sudah isi?‘.

Saya jawab belum. Lalu kembali Mba Lia mengatakan: ‘Suami kamu kemarin minta kepada saya kurma muda, apa sudah dimakan?’

Pada saat itu saya masih belum paham, namun pada akhirnya saya teringat bahwa dua hari sebelumnya suami saya membawakan seplastik kurma muda.

Tapi seplastik kurma muda itu saya buang karena sudah hampir busuk. Mba Lia menawarkan kurma muda itu ke sang suami, dan di iyakan.

Kata Mba Lia, sang suami pada waktu itu menjawab: ‘Yaudah sini, tak coba aja, siapa tahu berhasil.’

Saat mendengar cerita dari Mba Lia, terus terang saya marah dengan suami. Mengapa dia bisa berkata demikian terhadap rekan-rekan sekantornya.

Sedangkan dia sendiri tahu bahwa saya sama sekali belum tersentuh olehnya. Dan kondisi ini tentu saja bukan saya yang menolaknya, tapi memang dia sendiri yang belum ingin menyentuh saya.

Terlanjur Kecewa Dengan Suami; Suami Tidak Pernah Tertarik

Saya kembali curiga ke suami, saya sendiri merasa memang suami merasa tidak pernah tertarik dengan saya.

Saya merasa bahwa ia menikahi saya hanya karena mengikuti trend dimana orang-orang pada umumnya akan selalu menikah, atau menikahi saya hanya untuk mendapatkan status.

Saat saya kembali menyampaikan unek-unek saya terhadap suami, jawabannya kembali membuat saya merasa kecewa.

Selain karena tidak betah dan masih teringat dengan almh. Ibunya, dia juga menjawab ia masih memiliki trauma terhadap mantannya meninggalkannya dengan menikahi orang lain.

Saya pikir hal itu adalah hal yang paling tidak masuk akal. Meskipun hal itu benar adanya, mengapa dia memilih untuk menikahi saya jika masih belum dapat menyelesaikan masa lalunya?

Dan alasan lainnya adalah karena pekerjaannya, ya dia masih ingin fokus dengan kariernya. Saya merasa bahwa alasan tersebut hanyalah alasan-alasan yang terlalu mengada-ada. Tapi ya sudahlah, saya tetap mencoba untuk bersabar.

Terlanjur Kecewa Dengan Suami; Kecurigaan Terbukti

Pada bulan keempat, saya mulai nekat untuk mengecek hp suami. Kembali mengecek akun twitter milik suami. Perbedaannya, kali ini saya cek langsung dari hp suami.

Dan ini adalah awal mula saya membenarkan semua kecurigaan saya, bahkan sempat terpikir untuk menggugat cerai suami saya.

Saya menemukan riwayat penelusuran akun-akun di akun twitternya, semua adalah akun gay. Dan yang lebih menyakitkan hati adalah setiap hari dia menonton film-film BL.

Saya kesal dan marah, bahkan saya sampai menangis setiap malam. Saya bingung dan ingin sekali menceritakan ke orang-orang yang selalu bertanya apakah saya sudah hamil.

Iya! Ini semua jawabannya! Suami saya sama sekali tidak pernah tertarik terhadap saya. Tidak mempunyai nafsu terhadap perempuan.

Setiap hari saya harus tertekan terhadap pikiran-pikiran saya sendiri. Saya belum berani untuk bertanya langsung ke suami, ataupun menceritakan hal ini ke orang lain.

Sampai pada akhirnya saya tidak dapat menahannya dan saya beranikan diri untuk bercerita ke ibu saya pada bulan kelima. Dan ibu saya akhirnya menceritakan hal itu ke ayah saya.

Lima Bulan Menikah Masih Gadis

Setelah mengetahui bahwa setelah menikah lima bulan lamanya, sang anak perempuannya ini masih gadis, beliau sama sekali tidak bisa tidur.

Saya lalu menceritakan kembali persoalan ini ke ayah dan ibu saya. Namun tidak dengan alasan kecurigaan saya dengan bukti-bukti berbagai video dan akun twitter suami.

Saya merasa ini adalah aib dari suami saya yang benar-benar tidak pantas diceritakan ke orang lain.

Ibu dan ayah saya tetap mencoba menenangkan saya, saya harus bisa bersabar dan memaklumi kesibukan sang suami.

Mereka berpikir bahwa kesibukan suami saya yang menjadi alasan utama sikap dari sang suami seperti ini terhadap saya.

Mereka juga meminta agar saya lebih banyak berkomunikasi dengan suami, dan lebih aktif lagi untuk mengajak bicara sang suami.

Kakak ipar saya juga sama, meminta saya harus lebih aktif terhadap perilaku suami dan memaklumi kesibukannya.

Jujur saja, saya kesal karena tidak ada yang memahami persoalan saya. Namun saya berpikir bahwa sah-sah saja respon mereka seperti itu, karena yang saya ceritakan hanyalah sebatas kesibukan sang suami.

Tujuan utama dari pernikahan ini semulanya adalah untuk ibadah. Namun saya merasa tidak bisa mendapatkan pahal ibadah dari pernikahan yang saya jalani ini. Bahkan ibadah saya saja sekarang menjadi terganggu.

Sebelumnya saya sudah mencoba untuk manja-manja ke suami, memeluk suami terlebih dahulu, memegang tangannya. Namun semua itu malah membuatnya merasa risih.

Sampai pada akhirnya saya merasakan itu semuanya percuma. Semenarik apapun saya, secantik apapun saya di depan suami, dia tidak akan memiliki hasrat apapun ke saya.

Saya juga jadi enggan untuk mengobrol terhadap suami, bahkan sampai sekarang-pun komunikasi kami berdua benar-benar buruk.

Berpikir Untuk Childfree

Saya sampai berpikir bahwa saya tidak ingin memiliki anak. Saya tidak lagi mempunyai harapan bahwa sang suami akan menyentuh saya.

Bahkan saya menjadi takut jika tiba-tiba suatu saat suami saya mengajak untuk melakukan hubungan suami-istri karena adanya desakan dari keluarga kami untuk segera memiliki anak.

Saya benar-benar tidak ikhlas jika suami saya menyentuh saya hanya karena ‘terpaksa‘. Sebelumnya saya pernah merasakan tidak enaknya berada di kondisi tersebut, menerima perlakuan manis suami hanya karena desakan dari orang lain.

Beberapa hari lalu saya sempat menceritakan masalah saya ke salah satu teman online saya. Dari cerita yang saya sampaikan, dia sempat bertanya apa mungkin suami saya juga memiliki penyimpangan yang lainnya, atau ‘pedofilia‘.

Jujur saja sampai saat ini justru itu membuat saya kepikiran, ‘apa iya!?’

Karena di sekitar lingkungan suami itu memang sangat dekat dengan anak-anak lelaki. Bahkan suami saya lebih sering bergaul dengan mereka selain itu juga suami terlihat lebih bahagia jika sedang bersama dengan mereka.

Sangat Dekat Dengan Adi

Kecurigaan saya kian bertambah pada seorang anak lelaki yang sangatlah dekat dengan suami saya, sebut saja Adi namanya.

Bahkan lockscreen hp suami saya ya foto bareng dengan si Adi itu tadi. Setiap hari selalu saja chattingan, entah apa yang dibahas, itu seperti sudah menjadi suatu keharusan untuk setiap hari chattingan.

Padahal setiap hari mereka selalu bertemu. Setelah itu saya perhatikan laptop suami juga lebih banyak foto Adi jika di bandingkan dengan foto saya. Memang sih, suami lebih dahulu mengenal Adi dibandingkan kenal dengan saya.

Saya mulai berpikir, jika seseorang menyukai sesuatu pasti apapun yang berhubungan dengan orang yang dia sukai pasti akan disimpan.

Seperti saat kita menyukai orang lain, dan orang yang kita sukai itu meng-unggah fotonya, dan umumnya kita pasti mengscreenshoot foto orang yang kita sukai tersebut dan disimpan.

Dan saya melakukan hal itu terhadap suami. Saya menyimpan semua foto suami yang suami kirimkan ke saya, saya menyimpan semua hal yang berhubungan dengan suami saya.

Namun hal itu berbeda dengan suami saya, di galeri hp dan laptopnya kebanyakan foto dan video dia bersama dengan si Adi. Apapun yang Adi lakukan di abadikan oleh suami saya.

Sampai Kapan??

Terus terang saja, saya bingung apa yang harus saya lakukan? Saya benar-benar sudah lelah. Saya terkadang terus bertanya-tanya kepada diri saya sendiri, sampai kapan saya ini harus bisa bersabar?

Selama ini saya terus berpikir bahwa tidak akan ada wanita yang ingin bercerai. Apalagi usia pernikahan kami masih hitungan bulan.

Namun. alasan terberat saya mempertahankan pernikahan ini hanyalah kasihan orangtua saya. Tapi saya benar-benar ragu, apakah saya benar-benar bisa menerima pernikahan yang mengenaskan seperti ini sampai seumur hidup saya?

Agnes Ann Luisa

About the Author

You may also like these

X